Kamis, 25 November 2010

PEMASARAN JASA TIDAK CUKUP DENGAN PEMASARAN EKSTERNAL (4P)


Kata 4 P (Product, Price, Promotion, Place) mungkin manjadi kata yang paling sering didengar atau diucapkan oleh mahasiswa atau siapapun yang bergelut di dunia marketing. Dalam sektor industri jasa 4 P ini atau disebut juga pemasaran eksternal tidak kuat perannya bila tidak ditunjang oleh pemasaran lainnya.

Menurut Kotler pemasaran jasa tidak saja memerlukan pemasaran tradisional 4P (pemasaran eksternal), tetapi juga dua strategi pemasaran lainnya, yaitu pemasaran internal dan pemasaran interaktif.

Pemasaran eksternal menggambarkan kerja normal yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempersiapkan, menentukan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa tersebut kepada konsumen.

Pemasaran internal menggambarkan pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk melatih dan mendorong pelanggan internalnya, yaitu karyawan penghubung pelanggan dan karyawan pendukung pelayanan untuk bekerja sebagai sebuah tim agar dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Pemasaran interaktif menjelaskan keahlian karyawan dalam menangani hubungan pelanggan. Dalam pemasaran jasa, mutu pelayanan ditentukan oleh yang melakukan pelayanan. Konsumen yang menikmati jasa dan menilai mutu jasa tidak saja dari sudut pandang mutu teknisnya, tapi juga didasarkan atas mutu fungsionalnya.

sumber : artikle marketing.com
foto : uyungs.wordpress.com

TehBotol Sosro Dinilai Sukses Tangani Kasus Online

JAKARTA (bisnis.com): Strategi komunikasi yang diterapkan oleh manajemen PT Sinar Sosro yang memproduksi tehbotol Sosro dinilai sudah tepat dalam menangani manajemen krisis online karena tidak tergesa-gesa memasukkan kasus tersebut ke ranah hukum.
Nukman Luthfie, CEO Virtual Consulting mengatakan bahwa Sosro merupakan perusahaan yang telah menerapkan managemen krisis online secara baik. “Jadi langkahnya sudah tepat karena tidak tergesa-gesa membawa kasus tersebut ke ranah hukum,” ujarnya dalam seminar Strategi Menghadapi Krisis Managemen di Internet di Jakarta hari ini.

Dalam seminar yang digelar oleh Virtual Consulting itu, tampil juga sebagai pembicara adalah Budiono Darsono, pemimpin redaksi Detik.com dan Ronny Jatnika, Vice Marketing Director PT Sinar Sosro.
Sosro telah menetralisasi kasus tersebut hanya di media online tidak melakukan konferensi pers ke seluruh media sehingga kasus terlokasisasi. “Ini berbeda dengan kasus RS Omni yang membawa ke ranah hukum padahal semestinya bisa diselesaikan dengan strategi Public Relations,” tegas Nukman.
Menurut Nukman, melakukan klarifikasi secara objektif untuk menjaga citra perusahaan, produsen teh botol itu tidak kehilangan kredibilitasnya di mata publik.

Sementara itu, Ronny Jatnika, Vice Marketing Director PT Sinar Sosro mengatakan bahwa pihaknya mengutamakan kalangan internal perusahaan untuk menjelaskan kepada publik mengenai kasus itu. “Jadi semua lini berperan sebagai PR [public relations], dan Presdir langsung turun menangani,” katanya.
Menurut Ronny, perusahaannya tak memiliki divisi PR sehingga divisi marketing dan teknologi berperan besar dalam menangani kasus ini. “Akhirnya kami berdamai, tak sampai ke persoalan hukum. Sebab jika kami menang di pengadilan, di mata publik tetap saja kami rugi karena sebagai pemegang merk yang terpenting adalah menjaga citra bukan kemenangan semata,” tegasnya.
Seperti diketahui produk Sosro diterpa isu bahwa Tehbotol diberitakan sebagai beracun. Isu itu secara cepat beredar melalui Internet.

Upaya penanganannya adalah untuk internal perusahaan presdir membuat memo internal dan menunjuk tim khusus untuk menangani. “Tim khusus menjadi crisis center dan memberikan kewenangan kepada karyawan untuk mereplay email dengan panduan jawaban yang telah disiapkan,” ujarnya.
Untuk eksternal, katanya, membuat pernyataan resmi pada situs Sosro dengan link situs referensi/wikipedia, blog pembuat hoax dan situs berita yang membuat isu tersebut. “Kami secara kontinyu melakukan monitoring media online pada milis, blog, situs, untuk mengetahui trend penyebaran serta perkembangan isu yang terjadi dan opini yang terbentuk.”

Sumber : Lahyanto Nadie, Bisnis Indonesia, Nukman Luthfie (Virtual Consulting)
foto : tidakmenarik.wordpress.com

BERAPA PAGE RANK SITUS WEB ANDA?


Pekan lalu, sahabat saya di Jogja, Ray Asto, nge-buzz lewat Yahoo! Messanger. “Selamat. Page Rank (PR) blog Virtual Consulting jadi 5 sekarang,” katanya. Saya agak terkejut dengan fakta ini, karena selama setahun lebih PR blog ini mentok di angka 4. Rupanya Google memang baru saja memperbarui peringkat PR nya. Maka segera saya cek di DigPagerank seperti yang disarankan Isnaini. Hasilnya memang mendapat nilai 5. Kemudian saya cek lagi portal dan situs web lain di keluarga Virtual Consulting, seperti SWA, PortalHR.com, Niriah.com, Selular.co.id dan personal blog saya: SudutPandang.com– semuanya naik ke angka 5. Bahkan domain pribadi yang tidak aktif seperti nukman.com yang saya redirect ke blog ini juga ikutan naik ke 5.  Bisnis.com lebih hebat lagi: PR nya naik menjadi 6, sama dengan Detik.com!
Tentu saja kenaikan posisi ini menggembirakan saya, paling tidak jika dilihat dari tiga faktor.

Pertama: Menaikkan satu point itu sulitnya minta ampun. Dan makin tinggi PR nya makin sulit menaikkan angkanya. Banyak yang memperkirakan bahwa prinsip penghitungan PR berdasarkan logarithmic scale — yang mirip dengan kurva eksponensial skala gempa (richter). Naik dari PR4 ke PR5 butuh usaha yang lebih keras 5-10 kali lipat dibandingkan menaikkan PR3 ke PR4.
Kedua: Menurut Elliance Inc., PR 3-5 itu tergolong rata-rata dunia. Artinya, situs web keluarga Virtual Consulting sudah masuk batas atas rata-rata dunia. Jika naik satu point lagi, dan masuk ke kategori PR6-8, maka sudah masuk kelompok PR di atas rata-rata. Dan jika sudah mencapai angka PR 8, itu sudah elit dunia.
Ketiga, dengan PR setinggi itu, pemilik website memiliki peluang mendapatkan income tambahan yang lebih besar dari textlink-ad.

Namun, saya tidak buru-buru gembira berlebihan dengan hasil ini karena saya tahu betul bahwa meski penting,  PR tidak kaitannya dengan content — apalagi dengan branding.
PR adalah salah satu dari sekian banyak metodologi yang dipakai Google untuk menentukan seberapa penting atau relevan sebuah halaman web. Makin banyak sebuah halaman web ditautkan oleh halaman web lain, makin penting/relevan halaman web itu di mata web lain. Maka, di mata Google, jika ada sebuah halaman web (katakanlah A) terdapat tautan (link) ke halaman web lain (B), maka A memberikan “vote” ke B. PR  dihitung berdasarkan incoming link.

Ini hampir sama di dunia nyata. Jika nama kita dikenal oleh banyak orang, maka semakin penting/relevanlah kita di komunitas itu. Bobot penting/relevan itu akan semakin tinggi jika yang mengenal kita adalah mereka-mereka yang juga punya bobot tinggi juga. Maka PR makin tinggi jika website kita mendapat incoming link dari situs atau halaman web yang PR nya juga tinggi.
Jika ingin tahu lebih dalam mengenai PR, silahkan baca artikel keren di SmashMagazine: Google PageRank – What Do We Know About It?

Jadi, sekali lagi, PR tidak ada hubungannya dengan content dan loyalitas pengunjung atau pembeli online.
Oleh karena itu, saran saya, bagi Anda, para pemilik situs yang PR nya tinggi, tetap fokuslah pada branding. Tetaplah serius mengembangkan content agar loyalitas pengunjung makin hari makin tinggi sehingga memberikan efek ke awareness — yang ujung-ujungnya ke sales.

Sumber : Nukman Luthfie – Virtual Consulting
foto : leedominic.com

Senin, 15 November 2010

Rahasia Kerja Search Engine


Masih banyak yang tidak paham cara kerja Search Engine. Tidak heran jika masih banyak pemilik web yang bertanya: “mengapa webnya tidak muncul di search engine” atau “mengapa dengan keyword tertentu situs webnya tidak muncul di hasil pencarian”. Sebenarnya, dengan memahami cara kerja search engine, pertanyaan tersebut tidak perlu muncul.
Pada dasarnya ada tiga peranti lunak yang menjadi jantung mesin pencari. Yakni:

1. Spider.

“Laba-laba” ini pekerjaanya merayap ke mana-mana, mencari halaman-halaman web baru, kemudian mengumpulkan dan menyimpannya indeks mesin pencarian. Itulah metafora yang sering didengungkan oleh banyak ahli. Namun, sesungguhnya cara kerja laba-laba tidak seperti itu. Spider meminta halaman sebagai mana layaknya browser meminta halaman web dari situs yang diakses agar bisa tampil di layar komputer.
Bedanya, spider tidak mengumpulkan gambar dan bentuk. Spider hanya tertarik pada teks dan tautan serta URL. Mengapa spider doyan tautan? Gampang saja, begitu menemukan tautan, maka ia akan menemukan halaman web lain. Begitu seterusnya. Jadi, rahasianya adalah segitiga: teks, tautan, URL.

2. Index.

Piranti lunak Index menangkap halaman web apapun yang dilempar oleh Spider. Tentu ini juga metafora. Sesungguhnya, piranti lunak Index ini mengelola lautan teks, tautan dan URL dengan algoritma (formula matematika rumit yang mengindeks kata, pasangan kata, dan seterusnya).
Pada dasarnya pekerjaan algoritma adalah menganalisa halaman dan tautan untuk berbagai kombinasi kata, kemudian memberi nilai, sehingga search engine dapat memberikan penilaian seberapa penting sebuah halaman bagi si pencarinya. Informasi mengenai hal ini disimpan sebaik mungkin agar bisa diakses oleh pencari.

3. Query.

Inilah yang kita lihat ketika kita berkunjung ke search engine — tampilan (front-end) yang seringkali kita anggap sebagai search engine. Fitur utama query adalah kotak kecil di mana kita mengetikkan kata yang ingin kita cari. Coba ketikkan kata yang Anda cari, kemudian enter atau tekan tombol search, maka mesin pencarian akan menampilkan hasil terbaik dari data yang disimpan di mesin indeks.
Itu saja.
Sederhana bukan?
Tidak ada rahasia sama sekali (kecuali algoritma yang tidak pernah dibuka untuk umum).

Memahami User

Satu hal yang perlu kita pahami bersama, bahwa search engine memang mengerjakan tiga hal di atas dengan amat baik, meski demikian, hasil pencarian akan keluar jika ada seseorang yang mencari sesuatu dengan memasukkan kata-kata (keyword) ke search engine tersebut.
Maka, bagi para pemilik web, para emarketer atau siapapun yang berminat dalam hal ini, rahasianya adalah memahami perilaku user dalam mencari sesuatu. Kata apa yang mereka ketik ketika mereka mencari sesuatu (misalnya mobil, komputer, handphone)?
Mudah-mudahan uraian yang saya adaptasi dari kolom Ken McGaffin ini cukup jelas.

Sumber : Virtual Consulting. Oleh Nukman Luthfie
foto : blog.decorative-living.com

Tak Ada Satupun Yang Dapat Menjamin Peringkat Pertama di Google

SEO alias Search Engine Optimisation kini sedang menjadi bisnis idola di Internet. Banyak perusahaan yang memiliki situs web lapar terhadap trafik, melihat bahwa SEO merupakan salah satu jurus manjur menarik pengunjung. Pada saat yang sama, banyak perusahaan SEO menawarkan cara ampuh memanfaatkan SEO.

Perusahaan jasa SEO ini juga sudah merebak di tanah air. Namun hati-hati memilih jasa ini. Salah memilih penyedia jasa dan salah strategi, situs Anda dicoret dari indeks Google. Nah, sebagai tempat bermain-main para perusahaan jasa SEO, simbah Google memberi pedoman ampuh mengenai jasa SEO ini.

Tak Ada Satupun Yang Dapat Menjamin Peringkat Pertama Google.

Pernah dapat tawaran untuk berada di peringkat pertama hasil pencarian Google? Hm.. mungkin sudah pernah. Bagi yang belum pernah, silahkan cari penyedia jasa SEO, lihat situsnya, dan baca janji-janjinya. Yang terpampang di depan mata adalah janji-janji surga untuk menjadi nomor satu di Google. Apalagi kalau mengaku-aku “memiliki hubungan khusus dengan Google atau memiliki prioritas khusus dalam mendaftarkan URL”. Itu janji gombal. Kalimat mbah Google sangat jelas: Tak Ada Satupun Yang Dapat Menjamin Peringkat Pertama di Google. Situs pencarian terbesar di dunia ini tidak pernah memberikan prioritas apapun dalam hal ini. Semua situs dianggap sama. Anda bisa mendaftarkan sendiri ke Google via AddURL atau Google Sitemap tanpa harus lewat pihak lain.

Hati-hati Dengan Perusahaan SEO Yang Tidak Mengungkapkan Dengan Jelas Apa Yang Akan Dilakukannya.

Tanyakan sedetil mungkin apa yang akan dilakukan perusahaan yang menawarkan jasa SEO untuk meningkatkan trafik situs Anda. Kalau mereka tak mau menjelaskan, sebaiknya tak usah pakai mereka. Ingat, sekali Anda memakai mereka, dan kemudian tindakan mereka digolongkan Google sebagai tindakan tidak etis, misalnya menerapkan “doorway pages” atau “throwaway domain”, maka situs Andalah yang akan dikeluarkan dari index Google.

Gratis yang Tidak Ada Gunanya.

Biasanya perusahaan SEO menawarkan skema link popularity serta mendaftarkan situs Anda ke ribuan situs search engine. Semua itu bisa dilakukan gratis alias tanpa biaya. Namun kata mbah Google, skema itu tidak ada hubungannya dengan peringkat hasil pencarian.

Google Tidak Bisa Disogok.

Beberapa search engine memang menawarkan jasa perpaduan pay-per-click dan pay-per-inclusion dengan hasil pencarian regular. Bahasa Tukulnya, asal mau membayar, situs Anda bisa masuk dalam ranking tinggi hasil pencarian. Namun Google sama sekali tidak menawarkan jasa semacam itu. Anda bisa membayar Google, tetapi hasil pencariannya akan muncul di bagian advertising, bukan di hasil pencarian umum.

Pedoman lengkap mbah Google bisa dibaca di sini.

Dengan pedoman ini, Google menyarankan agar Anda hati-hati memilih jasa SEO. Nah, untuk memproteksi diri Anda sendiri, jangan lupa untuk membuat perjanjian legal dengan penyedia jasa SEO ini. Syukur-syukur jika Anda bisa mendapatkan garansi uang kembali jika janji SEO ini tidak terpenuhi.

Sumber : Virtual Consulting. Oleh Nukman Luthfie
foto : blacktablemedia.com

Percumah Online Jika Sulit Ditemukan

Di era sekarang ini, tak memiliki website rasanya aneh, terutama jika target pasar kita adalah mereka yang berselancar di dunia maya setiap hari dan sedikitnya menghabiskan waktu dua jam per hari tersambung ke Internet. Tidak berlebihan jika jumlah situs web di Indonesia pun bertambah amat kencang. Kebanyakan perusahaan besar sudah memiliki situs korporat. Bahkan perusahaan menengah dan kecil pun kini sudah membangun eksistensi di dunia maya. Sayang, kebanyakan baru SETENGAH eksis.

Memang, beberapa marketer sudah melihat situs web korporat secara strategis, sehingga memperhitungkan semua faktor yang diperlukan untuk mengotimalkan situs web demi mencapai  tujuan jangka pendek dan panjang perusahaan. Namun, tak sedikit marketer yang masih menekankan pada eksistensi. Yang penting punya web, informasi perusahaan dapat diakses di web. Perusahaan dapat dikontak melalui web.
Masih banyak yang beranggapan bahwa jika kita memiliki situs web, pengguna Internet akan menemukan kita dengan sendirinya jika kita melakukan berbagai upaya pemasaran, baik itu melalui iklan banner, email marketing, maupun social media. Ini terlihat dari budget online hampir 100% dianggarkan untuk pengembangan web, pemasangan iklan dan social media.

Langkah itu tentu saja tidak salah, terutama untuk jangka pendek. Namun untuk jangka panjang, jenis pemasaran tersebut tidak tepat.
Mengapa? Sederhana: karena pengguna Internet memiliki perilaku “purba” yang masih bertahan hingga kini, yaitu selalu MENCARI  melalui search engine, baik Google, Yahoo!, Bing maupun lainnya. Hasil riset Nielsen/NetRating 2008 menunjukkan, 73% konsumen menggunakan search engine secara berkala untuk mencari produk dan jasa yang mereka butuhkan di sekitar mereka.
Bagaimana kecenderungan klik para pengguna search engine tersebut? Kebanyakan terfokus pada halaman 1-3 hasil pencarian. Hasil riset yang dipublikasikan JupiterResearch April 2008 menunjukkan: 68% dari mereka yang mencari sesuatu lewat search engine mengklik halaman pertama hasil search. Riset yang sama mengungkapkan, 92% pengguna search engine mengklik halaman pertama sampai ketiga hasil search. Hasil riset ini menunjukkan betapa pentingnya tampil di halaman pertama hingga ketiga hasil pencarian di search engine.

Di Internet, eksistensi perusahaan atau merek berupa situs web atau jejaring sosial saja tidak cukup. Eksis tapi sulit ditemukan di search engine jelas mengurangi eksistensi perusahaan atau merek di dunia maya.

It’s not about JUST BEING Online, Its about being FOUND Online. 

Maka, untuk jangka panjang, lengkapilah strategi eksistensi web kita dengan satu hal lagi: kemudahan untuk dicari. Caranya? Masukkan budget Search Engine Marketing (SEM) dalam rencana tahun depan perusahaan.

Sumber : Virtual Consulting. Oleh Nukman Luthfie



Ingin Berhasil Dalam Beriklan? Awali dengan Perencanaan!


Beberapa minggu yll saya bergabung dengan sebuah milis marketing terbesar di Indonesia. Selain ingin mengikuti diskusi para marketer, saya juga sekaligus ingin share knowledge tentang marketing communication kepada yang membutuhkan.
Beberapa pertanyaan muncul sekitar komunikasi seperti event apa yang bagus untuk brandnya, apakah billboard masih efektif untuk beriklan, apakah flyer efektif untuk menyebarkan pesan, bagaimana menjual produk lewat internet, jika tidak punya cukup budget untuk beriklan di media cetak, apakah radio masih bisa membantu dll.

Sebelum memutuskan untuk beriklan, hal pertama yang harus disadari adalah bahwa beriklan bukan sekedar menyebar pesan melalui berbagai medium, tapi merupakan sebuah rangkaian pemikiran yang terencana dan strategis.
TV, Print Ad, Radio, Bilboard, Flyer, event, internet dll hanyalah medium komunikasi. Sebelum kita membicarakan itu semua, yang paling penting adalah membuat Perencanaan Komunikasi sehingga komunikasi kita ??????ngga kemana-mana??????. Fokus.
Perencanaan Komunikasi dimulai dengan memahami produk kita. Seandainya campaignya ingin meluncurkan produk baru, yang pertama harus di cek adalah apa yang melatarbelakangi kemunculan produk kita? Apakah untuk menjawab kebutuhan masyarakat atau sekedar ingin meramaikan market dan membuat konsumen mendapat pilihan yang lain. Latar belakang munculnya air mineral baru dengan telepon super irit tentunya berbeda.

Kemudian, cek juga kebutuhan Konsumen. Apakah produk kita benar-benar dibutuhkan? Apa yang membuatnya beda dibanding competitor? Kepada siapa produk ini ditujukan? Seperti apa insight mereka? Kenapa mereka harus mengkonsumsi produk saya? Apa aktifitas komunikasi competitor? Pesan apa yang mereka angkat? dll.
Setelah SWOT produk dan komunikasi dipetakan, baru kita berpikir medium apa yang paling tepat untuk menyampaikan pesan. Memutuskan medium pun perlu kejelian. Bisa jadi sebuah direct mail lebih efektif dari pada print ad, sebuah flyer lebih efektif dari pada billboard, sebuah radio adlips lebih efektif dari pada web banner ad. Semuanya, tergantung dari seberapa jeli kita mengamati perilaku target audience. Semakin jeli, semakin tinggi tingkat keberhasilannya, dan bisa jadi semakin menghemat budget komunikasi Anda.

Sumber : Virtual Consulting-oleh : Iim Fahima Jachja
Foto : learnpipe.com

Pemilik Brand Juga Manusia


Brand owner : Saya mau bikin iklan TV untuk produk saya. Targetnya A dan B plus, pekerja kantoran di kota besar, aktif, manager ambisisus bla..bla..bla…

Konsultan komunikasi: Karakternya bisa dibilang ‘kita-kita’ ya pak?
Brand owner: Ya..ya…tepat sekali. Kita kita lah!

Konsultan komunikasi: Bapak semalem nonton TV? Inget nonton iklan apa?
Brand owner: Nonton TV? mana sempat lah! Pulang aja malem, sampai rumah udah capek. Iklan…apa ya? saya nggak inget!
Konsultan komunikasi: Kalau bapak saja jarang nonton TV, bukankah itu juga mengindikasikan bahwa target audience juga berperilaku sama? Lalu bikin iklan TV untuk dikonsumsi siapa?
****

Brand owner: Saya suka sih konsep iklan ini, tapi saya ngga yakin konsumen nangkap maksudnya…

Konsultan komunikasi: Ibu nangkap maksud komunikasi ini ngga?
Brand owner: Saya sih nangkap…tapi konsumen?
Konsultan komunikasi: Ibu kan juga konsumen…
***
Brand owner: Saya mau iklan TV saya yang 5 second di looping (putar berulang-ulang) 3 kali biar konsumen inget iklan saya.

Konsultan komunikasi: Memang konsumen jadi inget pak, tapi kalo sering lama lama jadi annoying…
Brand owner: Ya..ga pa pa lah…yang penting mereka aware sama produk saya.
Konsultan komunikasi: Bapak senang ngga diganggu?
Brand owner: Orang mana yang suka diganggu?
Konsultan komunikasi: Kalau kita tidak mau diganggu, mengapa mengganggu orang lain?
****
Konsultan komunikasi: Untuk hal hal yang sifatnya informasi penting/disclaimer sebaiknya di state secara jelas di komunikasinya, jangan sampai konsumen merasa ‘wah…saya ngga tahu kalau ada informasi ini/saya tidak tahu resiko ini’
Brand owner: Kalau jelas semuanya, ntar ngga laku dong promo saya. Udah…pakai saja ‘asterix’ kecil gitu di pojok bawah.
Konsultan komunikasi: Okey…kalau di iklan TV?
Brand owner: Ya pakai saja tulisan yang muncul selama 2 detik gitu…
Konsultan komunikasi: Kita bisa baca tulisan apa dalam dua detik?
Brand owner: Ya..yang penting kan ada dulu, biar ntar kalo kita dituntut, paling ngga kita punya bukti bahwa kita sudah mencantumkan ‘peringatan’.
****
Ketika sedang menjadi pemilik atau pengelola brand, seringkali kita lupa bahwa kita juga konsumen yang setiap hari disibukkan dengan berbagai urusan kehidupan.
Ketika sedang menjadi pemilik atau pengelola brand, seringkali kita lupa bahwa kita juga konsumen yang tidak suka diganggu,dijejali pesan yang ‘ngga penting’, di under estimate, di bodoh-bodohi, menerima informasi yang sengaja dibuat tidak transparant atau segala bentuk komunikasi lain yang tidak menganggap lawan komunikasi sebagai mahluk respectful.

Untuk sukses berkomunikasi dengan konsumen, lepaskanlah sesaat ‘mahkota’ marketing director, marketing analist, brand manager, Account Director, Creative Director atau apa pun itu. Karena somehow keberadaan ‘mahkota – mahkota’ itu lah yang membuat kita lupa bahwa kita juga konsumen. Akibatnya, tanpa sadar kita menjadi over analis, kehilangan sensitifitas manusia biasa, kehilangan empathy yang ujung ujungnya malah membuat brand kita kehilangan simpati.
Selamat bekerja, semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Sumber : Virtual Consulting-oleh : Iim Fahima Jachja
Foto : fotounik.net

Stop Bikin Iklan!


Saat Workshop Pekan Iklan di UGM dan jadi dosen tamu di periklanan ITKP, judul materi yang saya sampaikan adalah : STOP BIKIN IKLAN!
Kacang lupa kulit :), kata seorang CD yang dulu pernah jadi bos saya.
Mba Iim anti iklan, gitu kesimpulan sejumlah mahasiswa yang berani ngomong ke saya langsung waktu itu.
Hmm…bisa jadi. Tapi saya ngga sendiri.
Sebuah riset yang pernah dimuat di majalah SWA menyebutkan 52% konsumen di Indonesia membenci iklan. Riset kualitatif ini melibatkan lebih dari 2000 koresponden di seluruh Indonesia, orang kota orang desa, kaya miskin, berpendidikan tinggi ngga berpendidikan tinggi. lengkap lah pokoknya.

Saya menduga, sisa 48% nya dipenuhi oleh orang iklan, talent iklan, orang PH pembuat iklan, mahasiswa periklanan, pengamat iklan, klien yang produknya sedang diiklankan, owner perusahaan iklan, orang yang pingin jadi orang iklan dll.
Lho kok buntutnya ada iklan nya semua ya? hehhehehe.
Suka ngga suka, itulah realitas.
Semakin banyak orang yang ingin masuk ke industri periklanan mau pun mengiklankan produknya,namun pada saat yang bersamaan semakin banyak pula orang yang benci iklan.
Aduh bo capek deh, kata seorang teman yang sudah sekian tahun malang melintang di periklanan.
Emang, iklan itu bikin capek. Iklan itu memborbardir. Iklan itu menginterupsi kesenangan. Makanya STOP BIKIN IKLAN!
Bikinlah KOMUNIKASI.

Komunikasi bukan hanya iklan. Salah kaprah jika kita berpikir marketing komunikasi adalah iklan. Segala bentuk komunikasi sebuah brand/perusahaan yang berbicara langsung kepada market, disebut marketing communication.
Customer Care yang ramah, satpam yang sopan, staf yang cekatan, adalah komunikasi.
Pakaging yang unik, wraping bag yang lucu, adalah komunikasi.
Merchandise yang layak untuk disimpan (ngga dibikin asal-asalan) , adalah komunikasi.
Direct mail yang dibuat sekreatif mungkin agar dibaca, ngga masuk ke tong sampah, adalah komunikasi.
Instalasi kreatif di jalanan, adalah komunikasi.
Buzz di milis, komunikasi juga.
Masih banyak bentuk lain dari komunikasi.
Ibarat manusia, Berbicara tak harus selalu dengan mulut.
Lirikan mata, gerakan tangan, anggukan kepala, sentakan kaki, itu juga bermakna ‘bicara’.

Sumber : Virtual Consulting-oleh : Iim Fahima Jachja
Foto : pendhowo.com

Belajar Banyak Dari Starbucks


Saya bukan penggemar kopi, tapi sekarang saya sering menghabiskan weekend berdua suami dengan nongkrong di Starbucks Plasa Senayan dari lepas makan siang hingga magrib.
Berbekal laptop masing-masing, kami bisa tenggelam dalam dunia kami selama berjam-jam tanpa rasa bosan. Saya ngeblog atau pun menulis artikel sambil mendengarkan musik, suami baca buku sambil sesekali mengutak-atik demo musik di laptopnya. Di meja kami, tentu saja, ada kopi Starbucks.
Sebelumnya, saya menempatkan Starbucks hanya sebagai tempat ngobrol, bertemu teman atau bertemu klien, tapi sekarang Starbucks juga menjadi tempat yang nyaman untuk menyalurkan hobi saya.
Berawal dan pengalaman, kini saya ketagihan.

Bukan oleh kopinya. Yes, The coffee is good but I am not really into coffee…
Tapi oleh keseluruhan feel yang ada di sana. Sofanya, musiknya, ambiancenya, crowd-nya yang enak dilihat mata dan lain-lain.
Retail is detail.
Mulai dari logo hingga kemasan produk, dari lokasi hingga desain ruangan, dari annual report sampai katalog, dari kemudahan pembelian sampai layanan yang ramah. Retail bukan hanya mengandalkan kualitas produk atau harga murah,tapi semua elemen memiliki fungsi yang penting untuk membentuk jiwa sebuah brand.
Dalam menangani isue negatif pun, Starbucks juga tampil dengan personality yang bijak. Saat kejadian pemboman 11 September 2002, Starbucks diguncang berita tak sedap. Dikabarkan, manager Starbucks di area pemboman dengan semena-mena menaikan harga hingga sekian kali lipat. Akibatnya, sempat sebagian warga mengajak melakukan gerakan boikot terhadap brand ini.

Sambil meminta maaf atas kejadian yang tidak menyenangkan itu, Starbucks mencoba menjelaskan dengan cara yang simpatik bahwa keputusan itu diambil dalam kondisi yang panik dimana dalam kondisi chaos seperti itu, semua orang pasti sulit untuk berpikir jernih.

Tidak ada pemecatan, tidak ada teguran keras kepada pegawai yang kemudian dipublikasikan ke publik seperti yang sering dilakukan perusahaan ketika diprotes konsumen.

Publik berempati, kehormatan pegawai tetap terjaga. Sales tetap melaju, rasa cinta pegawai terhadap perusahaan semakin besar.
****
Belum banyak pemilik produk di Indonesia yang sadar dengan manfaat of being detail. Selama ini kita masih sering berada di level ingin dikenal (dibeli jika ada), belum ingin dicintai (dicari jika tak ada, tak ingin memakai yang lain jika bukan brand x).
Atau, memiliki keinginan untuk dicintai tapi tindakan yang dilakukan masih sebatas tebar pesona, kosmetis, dan mengabaikan hal-hal detail lain karena dianggap kurang penting. Menghabiskan energi untuk beriklan kesana kemari tapi sangat tidak perhatian pada kualitas customer service, product quality control, record data konsumen, kenyamanan konsumen dan lain-lain. Padahal, hal-hal detil itulah yang membuat seseorang jatuh cinta.
Starbucks dengan segala kedetailannya berhasil membuat produk menjadi brand, turning something ordinary to extraordinary.

Mengutip istilah bapak mertua saya, ini bukan lagi bicara tentang marketing communication, tapi business communication.

Sumber : Virtual Consulting-oleh : Iim Fahima Jachja
Foto : onlinebuku.com

Selasa, 09 November 2010

Membentuk segmen Berdasarkan Ciri-Ciri Konsumen

Untuk dapat menentukan suatu segmentasi dapat dilakukan dengan menyesuaikan kondisi yang paling relevan. Konsumen mempunyai perbedaan dalam banyak hal dan masing-masing berpotensi membentuk segmen, namun kenyataannya tidak semua variabel ini akan bermanfaat untuk semua situasi. Sebagai contoh untuk consumer markets variables yang sesuai adalah demographic, geographic, socio economic, psichographics. Masing-masing variabel tersebut dapat digunakan untuk menentukan segmentasi namun harus dipilih secara hati-hati agar sesuai dengan produk yang akan diteliti segmentasinya dan disesuaikan dengan kondisi yang paling relevan.

Beberapa periset berusaha membentuk segmen dengan dengan mengamati ciri-ciri konsumen. Biasanya yang digunakan adalah ciri-ciri geografis, demografis, dan psikografis. Segmentasi Geografis membagi pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda seperti negara, negara bagian, propinsi, kota, atau lingkungan. Segmentasi demografis dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti, usia, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. Sementara segmentasi psikografis membagi kelompok yang berbeda bersadarkan kelas sosial, gaya hidup, dan / atau kepribadian.

Sumber : Artikel Marketing
foto : andhika078.multiply.com

Tujuan segmentasi Pasar


Secara umum segmentasi mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan posisi kompetisi perusahaan dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada konsumen. Selain tujuan utama tersebut terdapat tujuan-tujuan yang lebih sempit seperti, menigkatkan penjualan, memperbaiki pangsa pasar, melakukan komunikasi dan promosi yang lebih baik, dan memperkuat citra. Setidaknya terdapat 5 keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan segmentasi pasar yaitu:

1. Mendisain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar. Perusahaan menempatkan konsumen di tempat yang utama, dan menyesuaikan produknya untuk memuaskannya (customer satisfaction at a profit)

2. Menganalisis pasar Segmentasi pasar membantu eksekutif mendeteksi siap saja yang menyerang pasar produknya.

3. Menilai peluang (niche) Setelah menganalisis pasar, perusahaan yang menguasai konsep segmentasi dengan baik akan sampai pada ide untuk menemukan peluang. Peluang ini tidak selalu sesuatu yang besar, tetapi pada masanya akan menjadi besar.

4. Menguasai posisi yang superior dan kompetitif Perusahaan yang menguasai segmen dengan baik umumnyaadalah mereka yang paham betul konsumennya. Perusahaan memahami pergeseran-pergeseran yang terjadi di dalam segmennya.

5. Menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien. Setelah mengetahui segmen yang dituju, maka perusahaan akan menentukan bagaimana berkomunikasi yang baik dengan segmen yang dituju.

Sumber : Artikel Marketing

Kriteria Segmen Pasar Yang Baik



Seperti yang diulas pada artikel marketing sebelumnya bahwa terdapat beberapa pilihan segemntasi, namun segmentasi seperti apa sih yang baik. Untuk itu sebelum suatu segmen dipilih, maka selayaknya ditentukan terlebih dahulu beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain sebagai berikut:
  1. Dapat diukur. Ukuran, daya beli, dan profil segmen dapat diukur.
  2. Besar. segmen cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani. Suatu segmen harus merupakan kelompok homogen terbesar yang paling mungkin, yang berharga untuk diraih dengan program pemasaran yang dirancang khusus untuk mereka.
  3. Dapat diakses. Segmen dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.
  4. Dapat dibedakan. Segmen-segmen secara konseptual dapat dipisah-pisahkan dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap elemen dan bauran pemasaran yang berbeda. Jika wanita yang telah menikah dan belum menikah memberi tanggapan yang sama atas penjualan parfum, mereka bukanlagh segmen yang terpisah.
  5. Dapat diambil tindakan. Program-program yang efektif dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen-segmen tersebut.
Sumber : Artikel Marketing
foto : berezzingroup.blogspot.com

Motif Berbelanja Konsumen


Belanja merupaka kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian orang, karena belanja bukan saja aktivitas jual beli saja, namun juga merupakan salah satu kegiatan rekreasi pada masyarakat dewasa ini. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, sekarang kegiatan belanja bukan hanya sebagai aktivitas rutin untuk memenuhi barang-barang kebutuhan, tetapi seringkali kegiatan belanja menjadi hiburan untuk menghilangkan kejenuhan dari aktivitas sehari-hari yang dilakukan.

Konsumen mempunyai berbagai motivasi atau alasan berbelanja, selain untuk mendapatkan produk, konsumen juga memandang berbelanja sebagai kegiatan menyenangkan yang disertai satu atau lebih aktivitas seperti yang diungkapkan pakar marketing Henry Assael bahwa berbelanja merupakan aktivitas menikmati lingkungan toko, menelusuri dan mengamati penawaran-penawaran toko, berbicara pada pramuniaga, serta membelanjakan uang.

Kegiatan belanja yang tampaknya sederhana ternyata melibatkan interaksi rumit antara berbagai aspek lingkungan dimana kegiatan belanja dilakukan sehingga strategi pemasaran dirancang untuk memahami perilaku berbelanja konsumen ini.

Sumber : Artikel Marketing
foto : metrogaya.com

Mengelompokkan Konsumen Melalui Gaya Hidup

Adanya berbagai produk yang ditawarkan suatu perusahaan memberikan alternatif untuk memilih produk serta memutuskan pada perusahaan mana konsumen akan menjadi pelanggan. Keadaan ini menyebabkan timbulnya persaingan tajam antar perusahaan, agar berhasil menghadapi persaingan tersebut, maka konsep pemasaran yang berorientasi pada konsumen (consumer oriented) menjadi penting dan perusahaan harus memperhatikan serta memahami perilaku konsumennya dalam memutuskan pembelian produk.

Dengan memahami karakteristik personal konsumen, segmentasi bisa dilakukan dengan melihat dari berbagai aspek yang ada pada konsumen. Misalnya saja gaya hidup, pemahaman yang terintegrasi atas berbagai aspek konsumen akan memudahkan pemasaran untuk melakukan tindakan yang efektif dalam kebijakan pemasarannya.

Gaya hidup menurut Hair dan McDaniel adalah cara hidup, yang diidentifikasi melalui aktivitas seseorang, minat, dan pendapat seseorang. Penilaian gaya hidup dapat dilakukan melalui analisa psychografi. Psychografi merupakan teknik analisis untuk mengetahui gaya hidup konsumen sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik gaya hidupnya. Menurut Kasali gaya hidup mencerminkan bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya yang dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas, minat dan opini-opininya.

Pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel-variabel Activity, Interest, Opinion, yaitu aktivitas, interes (minat), dan opini (pandangan-pandangan). Menurut Setiadi sikap tertentu yang dimiliki konsumen terhadap suatu objek tertentu bisa mencerminkan gaya hidupnya. Gaya hidup seseorang bisa juga dilihat dari apa yang disenangi, ataupun pendapatnya mengenai objek tertentu.

Gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Ada orang yang senang mencari hiburan bersama kawan-kawannya, ada yang senang menyendiri, ada yang bepergian bersama keluarga, berbelanja, melakukan aktivitas yang dinamis, dan ada pula yang memiliki dan waktu luang dan uang berlebih untuk kegiatan sosial-keagamaan. Kasali menyatakan bahwa gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang.

Begitu pula menurut Mowen dan Minor yang menyatakan bahwa penting bagi pemasar untuk melakukan segmentasi pasar dengan mengidentifikasi gaya hidup melalui pola perilaku pembelian produk yang konsisten, penggunaan waktu konsumen, dan keterlibatannya dalam berbagai aktivitas. Mowen dan Minor menegaskan bahwa gaya hidup merujuk pada bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Hal ini dinilai dengan bertanya kepada konsumen tentang aktivitas, minat, dan opini mereka, gaya hidup berhubungan dengan tindakan nyata dan pembelian yang dilakukan konsumen.

Sumber : Artikel Marketing

Senin, 08 November 2010

Peran Informasi dalam Pengambilan Keputusan Konsumen


Pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Setelah menyadari kebutuhan dan keinginannya, konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkan. Proses pencarian informasi ini akan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berhubungan dengan produk yang diinginkan.

Dari berbagai informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas alternatif-alternatif yang tersedia. Selanjutnya dengan menggunakan berbagai kriteria yang ada dalam benak konsumen, salah satu merek produk dipilih untuk dibeli.

Dalam kondisi tertentu berdasarkan waktu dan usaha, konsumen dapat secara langsung membandingkan alternatif-alternatif terhadap berbagai macam atribut dan salah satu dari pilihan tersebut akan menjadi pilihan yang utama.

Pada kenyataannya, konsumen sering menghadapi situasi yang menuntut untuk melakukan pilihan diantara beberapa alternatif. Beberapa analisis menunjukkan bahwa tingkat kesulitan dalam memilih suatu pilihan merupakan penyebab terjadinya penundaan keputusan pembelian. Untuk menciptakan keputusan membeli (purchasing decision), konsumen dapat memperoleh dan memproses informasi melalui pengalaman ataupun pengetahuannya terhadap suatu produk.

Sumber : Artikel Marketing.com
Foto : widbox.com

Pentingnya Situasi Pembelian Bagi Konsumen


Terjadinya pembelian yang tidak direncanakan pernah dilakukan oleh siapa saja terutama pada waktu berbelanja di toko-toko pengecer. Dewasa ini banyak bermunculan jenis usaha eceran (retailing) diantaranya supermarket, superstore, hypermarket dan discount stores. Jenis usaha eceran ini menyediakan hampir semua produk kebutuhan sehari-hari sampai sepatu, pakaian, dan barang-barang elektronika.

Sengitnya tingkat persaingan di antara supermarket, superstore, hypermarket dan discount stores, menuntut setiap retailer berusaha menawarkan berbagai rangsangan yang mampu menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian. Untuk itu situasi pembelian terutama lingkungan fisik seperti warna, suara, cahaya, cuaca, dan pengaturan ruang dari orang perlu diperhatikan retailer, karena adanya lingkungan fisik yang menarik diharapkan mampu menarik konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Begitu pula dengan ketersediaan waktu yang dimiliki konsumen, karena konsumen yang mempunyai waktu terbatas akan terbatas pula mencari dan mengolah informasi yang ada dalam toko sehingga konsumen hanya melakukan pembelian yang direncanakan saja, sebaliknya bagi konsumen yang mempunyai waktu mencukupi akan melakukan pencarian informasi dan mengolahnya dengan baik sehingga diharapkan dapat memunculkan keinginan pembelian barang yang tidak direncanakannya. Namun pembelian yang tidak direncanakan yang dilakukan konsumen terlebih dahulu mempertimbangkan kebutuhan, nilai dan ketertarikannya (keterlibatan) pada produk yang akan dibeli.

Sumber : Artikel Marketing.com
Foto : bet.com

Keputusan Pembelian Tanpa Rencana

Keputusan pembelian tanpa rencana seringkali dilakukan konsumen setelah memasuki toko, supermarket, atau mall seperti diungkapkan seorang pakar marketing Easwar S. Iyer bahwa pembelian produk tanpa rencana dibuat konsumen pada saat di dalam toko dan bukan merupakan prioritas pada saat sebelum memasuki toko. Dengan kata lain impulse purchasing sebagai unplanned buying, pembelian yang dilakukan konsumen tanpa adanya rencana terlebih dahulu.

Henry Assael menambahkan, ketika konsumen berbelanja, konsumen sering membuat suatu keputusan pembelian di dalam toko daripada mengutamakan keputusan pembelian sebelum memasuki toko. Hal tersebut terjadi sebagai akibat pengaruh lingkungan dalam toko terutama faktor display, penataan rak, pengemasan, dan harga yang ditawarkan daripada pembelian terencana (preplanned purchase) yang merupakan pembelian dimana konsumen telah menetapkan atau mengetahui produk apa yang akan dibelinya sebelum memasuki sebuah toko.

Akibatnya, faktor-faktor rangsangan dalam toko berperan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Dalam pembelian yang tidak direncanakan, konsumen cenderung bergantung pada informasi yang tersedia di dalam toko dan tidak terjadi pengolahan informasi secara mendalam.

Sumber : Artikel Marketing.com
Foto : pyfchallenge.com

Pengaruh Stimulus Pemasaran dalam Keputusan Pembelian Tidak Direncanakan Konsumen


Stimulus di dalam situasi pembelian yang dialami konsumen mempunyai peran dalam pembelian yang tidak direncanakan konsumen. Ketika seorang konsumen sedang berjalan-jalan di suatu supermarket dan melihat potongan harga pada produk sepatu yang sebetulnya kurang diperlukan, seketika itu konsumen mempertimbangkan pembelian tersebut. 

Besarnya ketertarikan konsumen pada potongan harga pada produk sepatu yang ada pada display mampu membangkitkan keinginan untuk mencoba sehingga terjadilah pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Namun dapat saja niat yang muncul untuk mewujudkan pembelian yang tidak direncanakannya ini akan berubah karena konsumen mempertimbangkan kebutuhan, nilai dan ketertarikannya (keterlibatan) pada sepatu tersebut. Apabila kebutuhannya dirasakan tidak mendesak, nilai produk yang akan dibeli dirasakan rendah dan konsumen kurang tertarik untuk memilikinya, maka pembelian yang tidak direncanakannya sebelumnya tidak akan terjadi.


Salam sukses.
Semoga bermanfaat...

Sumber : Artikel Marketing.com

Sabtu, 06 November 2010

Harapan Konsumen Dalam Memilih Penyedia Jasa


Tentunya banyak sekali pengharapan konsumen pada penyedia jasa untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Namun Zeithaml mengelompokkannya dalam beberapa faktor penting di mana konsumen memilih penyedia jasa, yaitu :

1. Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication)
Informasi yang didengar dari konsumen lain merupakan determinan pengharapan yang potensial. Contohnya, seseorang mengharapkan kualitas pelayanan yang baik dari sebuah persewaan tempat untuk acara resepsi atas dasar rekomendasi dari teman atau tetangganya.

2. Kebutuhan pribadi (personal needs)
Pengharapan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik dan keadaan perorangan, atau dengan kata lain dipengaruhi oleh kebutuhan pribadinya. Contohnya, pengguna telepon genggam sebagian ingin pemakaian pulsanya dapat dikendalikan dengan membeli voucher pulsa atau pra bayar, atau ada yang menginginkan pemakaian pulsa tanpa batas dengan menggunakan fasilitas pasca bayar.

3. Pengalaman masa lalu (past experience)
Pengalaman pemakaian jasa pada masa lalu juga dapat mempengaruhi tingkat pengharapan konsumen. Contohnya, pengguna jasa konstruksi mempunyai harapan yang tinggi terhadap kualitas dan disain suatu bangunan, dan dia akan mengesampingkan perilaku dari kontraktornya.

4. Komunikasi eksternal (external communication)
Komunikasi eksternal yang diberikan perusahaan baik secara langsung maupun tak langsung memegang peranan penting dalam membentuk pengharapan konsumen. Contohnya, iklan yang menggambarkan lingkungan hotel yang nyaman, asri, dan pelayanan yang ramah dari karyawannya.


Sumber : Artikel Marketing.com
foto : submitlist.info

Pemasaran Jasa Tidak Cukup Dengan Pemasaran Eksternal (4 P)


Kata 4 P (Product, Price, Promotion, Place) mungkin manjadi kata yang paling sering didengar atau diucapkan oleh mahasiswa atau siapapun yang bergelut di dunia marketing. Dalam sektor industri jasa 4 P ini atau disebut juga pemasaran eksternal tidak kuat perannya bila tidak ditunjang oleh pemasaran lainnya.

Menurut Kotler pemasaran jasa tidak saja memerlukan pemasaran tradisional 4P (pemasaran eksternal), tetapi juga dua strategi pemasaran lainnya, yaitu pemasaran internal dan pemasaran interaktif.

Pemasaran eksternal menggambarkan kerja normal yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempersiapkan, menentukan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa tersebut kepada konsumen.

Pemasaran internal menggambarkan pekerjaan yang dilakukan perusahaan untuk melatih dan mendorong pelanggan internalnya, yaitu karyawan penghubung pelanggan dan karyawan pendukung pelayanan untuk bekerja sebagai sebuah tim agar dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Pemasaran interaktif menjelaskan keahlian karyawan dalam menangani hubungan pelanggan. Dalam pemasaran jasa, mutu pelayanan ditentukan oleh yang melakukan pelayanan. Konsumen yang menikmati jasa dan menilai mutu jasa tidak saja dari sudut pandang mutu teknisnya, tapi juga didasarkan atas mutu fungsionalnya.

Sumber : Artikel Marketing.com

Asustek Menjadi Nomor Satu Untuk Merek Taiwan

Asustek Computer menjadi nomor satu dalam hal merek dagang. Ausutek merupakan salah satu perusahaan pembuat hardware mengalahkan perusahaan lainnya, Trend Micro ahli dalam pembuatan network antivirus dan internet content security software and service.
Asustek adalah perusahaan manufaktur motherboard, notebook, VGA card, server, modem dan optical storage device dan merambah ke peringkat nomor satu dalam hal merek dagang dengan nilai merek dagang sebesar US$1.196 milyar.
Di peringkat kedua dan ketiga adalah Trend Micro dan Acer Inc. yang merupakan pembuat PC. Selanjutnya setelah Trend Micro dan Acer masih diikuti dengan HTC Corp yang merupakan pembuat compact phone dengan perbedaan nilai yang sanag tipis yaitu sebesar US$ 1 milyar.



Sumber : Artikel Marketing.com (Source : ilmea.depperin.go.id/inteleco)

Slogan Baru Sony ‘Make Believe’ Untuk komunikasi Pemasaran Dengan Konsumen


Sony Ericsson membuat penyegaran, karena mulai Kamis (8/10) ini, Sony Ericsson menggunakan slogan baru Sony 'make.believe' pada seluruh komunikasinya dengan konsumen sehingga memperkokoh kualitas hiburan dan kolaborasinya dengan Sony Group. Hal tersebut merupakan langkah Sony Ericsson ke babak selanjutnya dalam transformasi bisnis yang sedang dijalankannya untuk memposisikan sebagai merek Communication Entertainment nomor satu.

Djunadi Satrio, Head of Marketing Sony Ericsson Indonesia menyatakan menyatukan komunikasi dan hiburan berada di pusat dari persembahan Sony Ericsson sejak awal. Menurutnya, pesan 'make.believe' menyelaraskan Sony Ericsson dengan perusahaan Sony Group lainnya, serta menunjukkan persatuan antara komunikasi dan hiburan.

"Transformasi bisnis yang sedang kami jalankan menciptakan landasan untuk Sony Ericsson yang baru. Penyelarasan merek kami adalah bagian yang penting dari strategi ini. Bersama dengan budaya baru yang terbuka, ini menandakan perubahan dalam cara kami merencanakan dan membangun proposisi Sony Ericsson, juga mengundang konsumen untuk berhubungan dengan kami melalui platform digital dan social media," lanjut Djunadi.

Secara visual, Sony Ericsson akan memperluas daya tarik logo 'liquid identity' yang digunakannya dengan menambahkan tujuh variasi warna baru serta 'liquid energy' yang mengalir dari logo guna membuatnya lebih dinamis dan menarik dilihat dalam arena digital. Sony Ericsson juga berkeinginan untuk mengadopsi sikap yang lebih terbuka dan kritis, dengan mengajak partisipasi konsumen yang lebih besar dengan Sony Ericsson melalui fokus yang lebih kuat pada saluran digital dan media sosial yang interaktif.
Sumber : Artikel Marketing.com


Kamis, 04 November 2010

Tujuh Jurus Dahsyat Marketing Revolution


ADA tujuh jurus dalam Marketing Revolution yang saya ajarkan. Jika Anda melakukannya secara optimal, Anda akan mendapatkan hasil dahsyat

Jika Anda melakukannya secara optimal, Anda akan mendapatkan hasil dahsyat :

- Kita harus fokus pada Ultimate Advantage, Sensational Offer, dan Powerful Promise (USP)

- Melakukan lima usaha marketing

- Semua tindakan harus terukur dan tes yang terkecil terlebih dahulu

- Faktor kali (Tipping Point)

- Produktivitas yang terkait penghasilan

- Monitoring

- Prinsip harga,paling murah atau gelap

Fokus pada USP

Jika dalam marketing normal/ secara umum, USPadalah : U = Unique, S = Selling, P = Proposition.Maksudnya, dalam melakukan suatu proses pemasaran, kita harus memiliki perbedaan dengan yang lain.

Namun, dalam hal ini, USPbagi saya merupakan salah satu kunci kesuksesan Marketing Revolution. Adapun yang saya maksud USPdi sini adalah : U = Ultimate advantage, S = Sensational offer, dan P = Powerful promise Singkatan USP ini pertama kali saya dapatkan dari Mark Victor Hansen dan Robert G Allen dalam bukunya One Minute Millionare.

Dalam melakukan suatu usaha,kita harus terlebih dahulu mengetahui secara jelas keunggulan apa yang kita miliki dibanding yang lain.Misalnya kita sama-sama membuka warung soto. Pertanyaannya adalah, mengapa seseorang harus membeli soto di restoran kita? Mengapa tidak di tempat yang lain?

Kuncinya, kita harus mempunyai keunggulan. Jika kita sudah tidak mempunyai keunggulan dan sama dengan yang lain, kita disebut bergerak dalam bidang usaha komoditas. Kalau kita bergerak dalam bidang komoditas, sulit bagi kita memperoleh keuntungan lebih besar. Sebab, margin yang kita peroleh sangat tipis.

Saran saya, supaya Anda tetap mempunyai keunggulan dibanding dengan yang lain, ada dua hal yang bisa dilakukan,yaitu :

1.Diubah

2.Ditambah Misalnya kita berjualan soto.Jika kita sudah bisa merasa bahwa semua soto itu sama dengan yang lain, maka yang kita pikirkan pertama kali yaitu, apa ultimate advantage restoran soto kita dibanding yang lainnya?

Kita bisa mengatakan yang kita jual merupakan soto dengan potongan daging lebih besar, dipotong miring dengan irisan terlihat bagus, dan menggunakan daging dari bagian dada sebelah kanan. Ditambah lagi dagingnya terasa empuk dan penuh bumbu.

Karena itu, bisa dipasang sebuah spanduk besar di depan restoran yang berbunyi, "Soto kami menggunakan daging dari bagian dada sebelah kanan,putih, dan mulus.Dijamin enak dan lezat!".

Saya yakin akan banyak orang tertarik dengan promosi seperti itu karena kita mampu memberikan suatu ultimate advantage dibanding restoran soto lainnya. Kalau kita memang benar-benar mampu memberikan jaminan rasa dan kualitas tinggi, tentu saja kemungkinan jumlah pengunjung yang akan membeli soto juga lebih banyak. Selain itu, kita juga bisa mulai mengubah besar kecilnya menu yang ditawarkan.

Mungkin juga mengubah variasi menunya, dan masih banyak lagi. Pada intinya harus mulai bisa mengubah dan atau menambah. Harus selalu mencari Ultimate Advantage produk atau jasa yang kita tawarkan. Harus memiliki keunggulan dibanding produk lainnya. Ketika saya diwawancarai seorang wartawan dari majalah pria terkemuka, wartawan itu menanyakan dengan serius kepada saya."Apa sebenarnya kelebihan Pak Tung dibanding pembicaralainnya?".

Maka saya menjawab, saya mempunyai tiga kelebihan yang merupakan Ultimate Advantage. Pertama, ilmu saya adalah street smart. Artinya, saya mengajarkan dari apa yang sudah saya praktikkan terlebih dahulu. Sedangkan pembicara lain bisa jadi mereka hanya belajar dari buku baru, kemudian diajarkan, meskipun belum mempraktikkannya terlebih dahulu.

Kedua, cara penyampaian saya me-nyenangkan dan membuat orang semangat.Ketiga, daya tahan saya sangat kuat.Contohnya, pada saat saya mengadakan seminar Financial Revolution, pada hari pertama (Jumat) mulai dari pukul 18.00 dan selesai pada pukul 02.00 pagi. Keesokan harinya mulai dari pukul 09.00 pagi dan selesai pada pukul 03.00 pagi.

Kemudian pada hari ketiganya (Minggu), acara seminar dimulai dari pukul 09.00 pagi hingga pukul 20.00 malam.Suara saya bisa terus tetap lantang dan tetap selalu bersemangat. Dan terakhir ini, bahkan dalam satu bulan, saya bisa mengadakan 52 seminar dengan suara dan kekuatan yang senantiasa dahsyat.  Sedangkan pembicara yang lain mungkin di awal-awalnya sangat bersemangat, tetapi setelah sehari penuh mereka mulai kurang bahkan tidak semangat lagi dalam penyampaiannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, Ultimate Advantagedapat dicontohkan sebagai berikut. Jika kita hidup, itu merupakan keunggulan dibandingkan dengan yang mati (misalnya karena akibat kecelakaan pesawat). Tapi kalau semua hidup, berarti hidup sudah bukan merupakan suatu keunggulan. Kemudian kalau kita berperilaku jujur, itu adalah keunggulan dibanding jika yang lainnya tidak jujur.

Tapi jika semuanya jujur,kita berarti tidak mempunyai keunggulan lagi.Karena itu, kita harus mengetahui kunci, apa yang menjadi keunggulan kita, ataupun produk yang kita miliki,atau bisnis yang kita jalankan dibandingkan dengan yang lain? Ingin mengetahui penjelasan lebihlanjut mengenai tujuh jurus dahsyat dalam Marketing Revolution untuk membuat hasil yang dahsyat dalam usaha atau perusahaan Anda?

Terus ikuti artikel-artikel Marketing Revolution saya di Harian Seputar Indonesia (SINDO) ini.Temukan berbagai aplikasi lebih lanjut mengenai ke-7 jurus tersebut.SALAM DAHSYAT!.

SUMBER : Tung Desem Waringin
www.seputar-indonesia.com
http://www.gsn-soeki.com/wouw/

foto : kaltimpost.co.id

PENTINGNYA DATA BAGI DUNIA MARKETING


Bayangkan, pemerintah yang memiliki kekuatan dan kemampuan besar untuk menggali data pun seringkali pusing mencari data, apalagi perusahaan swasta yang mengandalkan data dari pemerintah?

Memang, setiap kali membuat perencanaan pemasaran, salah satu hal yang membuat orang pemasaran pusing adalah soal data. Mereka selalu bingung, data semacam apa yang harus mereka cari untuk dijadikan dasar pembuatan perencanaan pemasaran. Kalau pun mereka tahu data apa yang harus mereka cari, pertanyaan berikutnya adalah, dimana mereka harus mencari data tersebut.

Mencari data di Indonesia memang ibarat mencari jarum di tengah jerami. Kalau Anda hanya sendirian mencarinya, tidak akan ketemu. Namun kalau Anda mempergunakan banyak orang untuk mencari, kemungkinan menemukannya pun jauh lebih besar. Jadi, mungkin bukan susah mencarinya tapi biaya untuk mencarinya bisa besar sekali (karena Anda membutuhkan lebih banyak usaha). Itu pun belum tentu menghasilkan data yang 100 persen akurat. Contoh paling sering yang ditanyakan oleh para pemasar adalah bagaimana mencari data market share.

Mengapa tidak mudah bagi para pemasar untuk mencari data market share? Lihat saja, 70 persen channel distribusi (untuk consumer product) mempergunakan channel tradisional seperti toko kelontong, pasar, asongan, dan lain-lain. Channel seperti ini banyak sekali dan titiknya tersebar di mana-mana. Jika Anda ingin melakukan pengumpulan data relatif lebih sulit dan lebih lama dibandingkan di negara maju. Pedagang kecil mana punya data yang canggih? Semua penjualan ditulis ke dalam buku tulis. Bahkan pedagang asongan pun hanya mencatat di selembar kertas bekas bungkus rokok.

Pada negara-negara maju, sebagian besar ritel disana sudah mempergunakan teknologi informasi seperti barcode sehingga kuantitas dan nilai penjualan pun dengan cepat terdokumendasi. Makanya di sana data market share bisa cepat diketahui.

Lucunya, kadang-kadang kita menemukan data yang kita inginkan secara tidak sengaja. Seorang pemasar pernah ingin mencari tahu berapa pertumbuhan industri dari produk yang dijualnya. Berminggu-minggu keluar masuk departemen, namun hasilnya tidak pernah ada.

Akhirnya, jawabannya ditemukan lewat sebuah koran yang sudah mau dibuang. Di dalam koran tersebut ada pernyataan dari Dirjen Pajak yang mengeluarkan statement bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor industrinya bertumbuh tahun lalu sebesar 7 persen. Artinya, kalau diasumsikan industri dimana dia memasarkan produknya kira-kira bertumbuh 7 persen. Lumayan juga untuk memperkuat perencanaan, sekalipun menemukannya di tong sampah!

Dalam dunia marketing research ada dua jenis penggalian data. Pertama adalah data yang digali lewat sumber-sumber yang bersifat primer. Contohnya adalah data dari konsumen langsung. Kedua adalah data yang digali dari sumber yang bersifat sekunder. Artinya, data diperoleh dari pihak lain yang telah melakukan penggalian data. Contohnya adalah melalui departemen, BPS, Bank Indonesia, dan lain-lain.

Menggali data lewat sumber primer relatif memang jauh lebih mahal. Anda harus mempergunakan tim pencari data yang cukup besar. Sebaliknya, untuk menggali data sekunder, Anda hanya membutuhkan sedikit orang yang ke luar masuk institusi untuk meminta data. Hanya saja di Indonesia, kredibilitas data sekunder seringkali menjadi pertanyaan.

Hal yang sering menjadi masalah dalam penggalian data adalah kejujuran dari subyek data. Banyak perusahaan yang sering low profile ketika berhubungan dengan pihak pajak, namun menjadi high profile ketika berbicara untuk urusan publikasi. Artinya, penjualan di laporan pajak dikecil-kecilin, namun kalau diwawancara angkanya dibesar-besarkan. Dalam kasus BLT pun, banyak orang yang mengaku-aku termasuk golongan miskin ketika ditanya. Makanya bantuan akhirnya bisa salah sasaran.

Di sisi lain, masih banyak pelaku bisnis yang kurang menghargai data. Melihat kasus sang pemasar itu, berapa sih sebenarnya nilai data tersebut? Kalau dilihat cara dia menemukan data tersebut di tong sampah, data tersebut barangkali tidak akan dinilai tinggi. Contoh lain, banyak pelaku bisnis melihat ukuran data dari tebalnya laporan data. Semakin tebal semakin mahal. Tapi kalau cuma selembar, apalagi cuma satu angka berarti semakin murah. Tapi cobalah melihat proses yang harus dijalani selama berhari-hari untuk mencari satu angka tersebut, barangkali si pemasar rela mengeluarkan satu juta rupiah ketimbang opportunity lost yang terjadi gara-gara mencari data.

Dengan berbagai masalah ini, pada akhirnya orang-orang pemasaran lebih sering mempergunakan banyak asumsi data ketika melakukan perencanaan. Bahkan yang lebih ekstrim, ada yang tidak percaya data sama sekali dan mengandalkan pada insting. Bagaimanapun, insting kadangkala memang benar sekalipun tidak selalu benar. Adanya data sebenarnya lebih bertujuan untuk memperkuat keyakinan dibandingkan menjadi alasan untuk menjalankan strategi. Tapi kalau kebanyakan asumsi, ya lebih baik mempergunakan strategi yang bersifat tembak langsung. Dalam kasus BLT akhirnya bukan Bantuan Langsung Tunai tapi BTL (Bantuan Tembak Langsung!).


Oleh : PJ Rahmat Susanta
Source : detikpublishing.com